Manajemen Rantai Pasokan atau disebut Supply Chain Management merupakan pengelolaan rantai siklus yang lengkap mulai bahan mentah dari para supplier, ke kegiatan operasional di perusahaan, berlanjut ke distribusi sampai kepada konsumen. Istilah supply chain management pertama kali dikemukakan oleh Oliver dan Weber pada tahun 1982. Supply chain adalah jaringan fisiknya, yakni perusahaan–perusahaan yang terlibat dalam memasok bahan baku, memproduksi barang, maupun mengirimkannya ke pemakai akhir, supply chain management adalah metode, alat, atau pendekatan pengelolaannya. Definisi Supply Chain Management juga diberikan oleh James A. dan Mona J. Fitzsimmons, yang menyatakan bahwa supply chain management adalah sebuah sistem pendekatan total untuk mengantarkan produk ke konsumen akhir dengan menggunakan teknologi informasi untuk mengkoordinasikan semua elemen supply chain dari mulai pemasok ke pengecer, lalu mencapai tingkat berikutnya yang merupakan keunggulan kompetitif yang tidak tersedia di sistem logistik tradisional. Sedangkan definisi Supply Chain Management menurut Chase, Aquilano, Jacobs adalah sistem untuk menerapkan pendekatan secara total untuk mengelola seluruh aliran informasi, bahan, dan jasa dari bahan baku melalui pabrik dan gudang ke konsumen akhir. Oleh Robert J. Vokurka, Gail M. Zank dan Carl M. Lund III supply chain management didefinisikan sebagai, “all the activities involved in delivering a product from raw material through the customer including sourcing raw material and parts, manufacturing and assembly, warehousing and inventory tracking, order entry and order management, distribution across all channels, delivery to the customer, and the information system necessary to monitor all of the activities” . Stevenson mendefinisikan supply chain management sebagai suatu koordinasi strategis dari rantai pasokan dengan tujuan untuk mengintegrasikan manajemen penawaran dan permintaan. Russell dan Taylor mendefinisikan bahwa supply chain management adalah mengelola arus informasi, produk dan pelayanan di seluruh jaringan baik itu pelanggan, perusahaan hingga pemasok .
Komponen Supply Chain Management
Komponen dari supply chain management menurut Turban (2004)
terdiri dari tiga komponen utama yaitu:
1. Upstream Supply Chain
Bagian upstream (hulu) supply chain meliputi aktivitas dari suatu perusahaan manufacturing dengan para penyalurnya (yang mana dapat manufacturers, assemblers, atau kedua-duanya) dan koneksi mereka kepada para penyalur mereka (para penyalur second-tier). Hubungan para penyalur dapat diperluas kepada beberapa strata, semua jalan dari asal material (contohnya bijih tambang, pertumbuhan tanaman). Di dalam upstream supply chain, aktivitas yang utama adalah pengadaan.
2. Internal Supply Chain
Bagian dari internal supply chain meliputi semua proses inhouse yang digunakan dalam mentransformasikan masukan dari para penyalur ke dalam keluaran organisasi itu. Hal ini meluas dari waktu masukan ke dalam organisasi. Di dalam internal supply chain, perhatian yang utama adalah manajemen produksi, pabrikasi dan pengendalian persediaan.
3. Downstream supply chain
Downstream (hilir) supply chain meliputi semua aktivitas
yang melibatkan pengiriman produk kepada pelanggan akhir. Di dalam downstream
supply chain, perhatian diarahkan pada distribusi, pergudangan transportasi dan
after-sale service.
Strategi Rantai Pasokan
Terdapat lima strategi yang dapat dipilih perusahaan untuk melakukan pembelian kepada supplier yaitu adalah sebagai berikut:
1. Banyak Pemasok
(Many Supplier)
Strategi ini memainkan antara pemasok yang satu dengan pemasok yang lainnya dan membebankan pemasok untuk memenuhi permintaan pembeli. Para pemasok saling bersaing secara agresif. Meskipun banyak pendekatan negosiasi yang digunakan dalam strategi ini, tetapi hubungan jangka panjang bukan menjadi tujuan. Dalam pendekatan ini, tanggung jawab dibebankan pada pemasok untuk mempertahankan teknologi, keahlian, kemampuan ramalan, biaya, kualitas dan pengiriman.
2. Sedikit Pemasok
(Few Supplier)
Dalam strategi ini, perusahaan mengadakan hubungan jangka panjang dengan para pemasok yang komit. Karena dengan cara ini, pemasok cenderung lebih memahami sasaran-sasaran luas dari perusahaan dan konsumen akhir. Penggunaan hanya beberapa pemasok dapat menciptakan nilai denganmemungkinkan pemasok mempunyai skala ekonomis dan kurva belajar yang menghasilkan biaya transaksi dan biaya produksi yang lebih rendah. Dengan sedikit pemasok maka biaya mengganti partner besar, sehingga pemasok dan pembeli menghadapi resiko akan menjadi tawanan yang lainnya. Kinerja pemasok yang buruk merupakan salah satu resiko yang dihadapi pembeli sehingga pembeli harus memperhatikan rahasia-rahasia dagang pemasok yang berbisnis di luar bisnis bersama.
3. Vertical
Integration
Artinya pengembangan kemampuan memproduksi barang atau jasa
yang sebelumnya dibeli, atau dengan benar-benar membeli pemasok atau
distributor. Integrasi vertical dapat berupa:
Integrasi ke belakang (Backward Integration) berarti
penguasaan kepada sumber daya, misalnya Perusahaan Mobil mengakuisisi
Pabrik Baja.
Integrasi kedepan (Forward Integration) berarti penguasaan
kepada konsumennya, misalnya
Perusahaan Mobil mengakuisisi Dealer yang
semula sebagai distributornya.
4. Kairetsu Network.
Kebanyakan perusahaan manufaktur mengambil jalan tengah antara membeli dari sedikit pemasok dan integrasi vertical dengan cara misalnya mendukung secara financial pemasok melalui kepemilikan atau pinjaman. Pemasok kemudian menjadi bagian dari koalisi perusahaan yang lebih dikenal dengan kairetsu. Keanggotaannya dalam hubungan jangka panjang oleh sebab itu diharapkan dapat berfungsi sebagai mitra, menularkan keahlian tehnis dan kualitas produksi yang stabil kepada perusahaan manufaktur. Para anggota kairetsu dapat beroperasi sebagai subkontraktor rantai dari pemasok yang lebih kecil.
5. Perusahaan Maya
(Virtual Company)
Perusahan Maya mengandalkan berbagai hubungan pemasok untuk
memberikan pelayanan pada saat diperlukan. Perusahaan maya mempunyai batasan
organisasi yang tidak tetap dan bergerak sehingga memungkinkan terciptanya
perusahaan yang unik agar dapat memenuhi permintaan pasar yang cenderung
berubah. Hubungan yang terbentuk dapat memberikan pelayanan jasa diantaranya
meliputi pembayaran gaji, pengangkatan karyawan, disain produk atau
distribusinya. Hubungan bisa bersifat jangka pendek maupun jangka panjang, mitra
sejati atau kolaborasi, pemasok atau subkontraktor. Apapun bentuk hubungannya
diharapkan akan menghasilkan kinerja kelas dunia yang ramping. Keuntungan yang bisa diperoleh diantaranya
adalah: keahlian manajemen yang terspesialisasi, investasi modal yang renadh,
fleksibilitas dan kecepatan. Hasil yang diharapkan adalah efisiensi.
Tujuan Strategis Supply Chain Management
Rantai pasokan
bagaikan darah dari setiap organisasi bisnis karena menghubungkan pemasok,
produsen, dan pelanggan akhir di jaringan yang sangat penting untuk penciptaan
dan pengiriman barang dan jasa. Dalam mengelola rantai pasokan memerlukan suatu
proses yaitu, proses perencanaan, pelaksanaan, dan pengendalian operasi rantai
pasokan. Tujuan manajemen rantai pasokan adalah dengan menyelaraskan permintaan
dan penawaran seefektif dan seefisien mungkin. Masalah-masalah utama dalam
rantai pasokan terkait dengan (Stevenson, 2009):
1. Menentukan
tingkat outsourcing yang tepat
2. Mengelola
pembelian / pengadaan suatu barang
3. Mengelola
pemasok
4. Mengelola
hubungan terhadap pelanggan
5. Mengidentifikasi
masalah dan merespon masalah dengan cepat
6. Mengelola risiko